Surat Kuasa Yang di Terbitkan Ketua Adat Desa Jebak Diduga Melanggar Hukum, Diminta APH Untuk Mengusut Tuntas

JAMBI | TARGET LIDIK.COM – Selembar surat kuasa bernomor 04/LAD/JBK/2025, yang diterbitkan oleh Ketua Adat Desa Jebak, Kasmiran, tertanggal 11 Mei 2025, memicu kegelisahan publik dan tokoh adat di Kabupaten Batang Hari.
Dalam surat tersebut, dua individu berinisial AP dan MD diberikan kuasa untuk melakukan pendataan, validasi lahan, serta pemungutan iuran pancung alas dari para pemilik kebun yang berada di wilayah Taman Hutan Raya (Tahura) Sultan Thaha Saifuddin.
Ada pun yang menjadi sorotan, surat itu hanya ditandatangani oleh Kasmiran selaku pemberi kuasa, tanpa mencantumkan tanda tangan penerima kuasa, dan tidak disertai cap atau pengesahan lembaga berwenang lainnya. Kegiatan ini disebut berada di bawah pengawasan Lembaga Adat Desa (LAD), dengan tercantumnya nama Iskandar, sekretaris adat, sebagai pihak pemantau. Namun, surat ini tidak diketahui oleh Pemerintah Desa Jebak maupun Ketua Adat Kabupaten Batang Hari, sehingga memunculkan pertanyaan besar mengenai legalitas dan motif di balik penerbitan surat tersebut.
Jika terdapat dugaan bahwa Kepala Adat membuat surat kuasa untuk dua orang, yaitu an AP dan M.D adapun tugas pemegang surat kuasa ditugaskan untuk mendata dan memvalidasi di atas lahan tahura yang berada di wilayah hukum desa jebak, memungut iuran pancung alas kepada pemilik lahan.
Besaran nominal pungutan berdasarkan kesepakatan dan tidak di sebutkan berapa nominal nya. dan di surat itu juga disebut kan pemegang kuasa bertanggung jawab kepada pemberi kuasa dalam hal ini ketua lembgaa adat Kasmisran. Terdapat tanda tangan pemberi kuasa Kasmisran tanpa ada tanda tangan penerima kuasa dan surat itu di buat di desa jebak bertanggal 11 Mei 2025.
Pengawasan dan dipantau lansung oleh LAD dalam hal ini tercatat nama sekretaris adat desa jebak Iskandar.
Dengan adanya pungutan pada pemilik kebun dan pengusaha di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Senami, maka hal ini perlu ditelusuri lebih lanjut oleh pihak APH Batang Hari untuk memastikan keabsahan dan tujuan dari surat kuasa tersebut. Karena di duga menguntungkan diri sendiri dan kelompok tertentu. Surat tersebut tidak diketahui oleh ketua adat kabupaten batang hari. Dan diduga pemerintah Desa tidak tahu menahu tentang hal ini.
Untuk kita ketahui bersama Fungsi dan Wewenang Kepala Adat. Sebagai pemimpin dalam struktur pemerintahan adat, Kepala Adat memiliki beberapa fungsi dan wewenang, antara lain:
Menegakkan Hukum Adat: Menyelesaikan perselisihan dan pelanggaran adat, baik yang bersifat perdata maupun pidana, sesuai dengan hukum adat yang berlaku.
Memberikan Memberikan pertimbangan kepada pemerintah daerah mengenai masalah yang berhubungan dengan tugasnya.
Menyelesaikan Sengketa: Menyelesaikan sengketa antar individu atau kelompok dalam masyarakat adat melalui musyawarah dan mufakat.
Mengelola Harta Kekayaan Adat: Mengelola hak-hak adat dan harta kekayaan adat untuk meningkatkan kemajuan dan taraf hidup masyarakat.
Pelestarian Budaya: Memelihara, mengembangkan, dan menggali kesenian serta kebudayaan asli daerah.
Dalam konteks pembuatan surat kuasa, Kepala Adat berwenang untuk mengesahkan atau memberikan persetujuan terhadap surat kuasa yang berkaitan dengan urusan adat, asalkan sesuai dengan hukum adat yang berlaku dan tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang sah.
Dugaan Pembuatan Surat Kuasa oleh Ketua Adat kepada ke dua orang atas nama AP dan MD. Jika terdapat dugaan bahwa Kepala Adat membuat surat kuasa untuk dua orang, guna memungut uang dari pemilik lahan dan pengusaha di kawasan Tahura Senami kabupaten batang hari provinsi Jambi, maka langkah-langkah berikut dapat dipertimbangkan:
- Verifikasi Keabsahan Surat Kuasa: Memeriksa keaslian dan legalitas surat kuasa tersebut, termasuk tanda tangan dan cap resmi yang diperlukan.
- Atas dasar apa ketua Adat Desa Jebak Senami kecamatan Muara Tembesi membuatan surat kuasa tersebut .
- Dimana Ketua adat Mengadakan musyawarah adat apa kah ada melibatkan tokoh adat dan masyarakat setempat.
Penting untuk memastikan bahwa setiap tindakan yang diambil sesuai dengan hukum adat dan peraturan yang berlaku, serta menjaga keharmonisan dan keadilan dalam masyarakat adat.
Kasus ini memperlihatkan adanya potensi penyimpangan fungsi lembaga adat yang seharusnya menjadi pilar pelestarian budaya dan penyambung harmoni antara masyarakat dengan negara. Ketika kewenangan adat disalahgunakan, maka yang dipertaruhkan bukan hanya nama baik tokoh adat, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem adat itu sendiri.
Lembaga Adat Kabupaten, Pemerintah Desa, serta Aparat Penegak Hukum (APH) Kabupaten Batang Hari didesak untuk segera menelusuri keabsahan surat kuasa tersebut dan memproses segala bentuk indikasi pelanggaran hukum maupun etika adat yang telah terjadi.
Penegakan hukum harus berjalan seiring dengan penegakan nilai-nilai adat yang murni dan tak tercemar kepentingan pribadi.
Publik kini menanti langkah tegas dan transparan. Karena jika dugaan ini benar, maka ini bukan hanya soal surat kuasa bermasalah, tetapi soal penodaan terhadap hukum adat dan konstitusi negara. (Tim)