Santri Pesantren Fathul Ulum Diduga Jadi Korban Penganiayaan Hingga Tewas, Keluarga Temukan Luka Lebam di Tubuh Korban

Muaro Jambi | TARGET LIDIK.COM – Dunia pendidikan Islam kembali tercoreng. Seorang santri bernama M. Rido dikabarkan meninggal dunia usai diduga mengalami tindak penganiayaan di Pondok Pesantren Fathul Ulum, Desa Panca Bakti, Kecamatan Bahar Tengah, Kabupaten Muaro Jambi, setelah sempat dilarikan ke RS Abdul Manaf dan RS Raden Mattaher Kota Jambi pada 25/09/2025.
Berdasarkan keterangan keluarga, tubuh korban dipenuhi bekas lebam dan memar di wajah, badan, hingga kaki. Bahkan, korban sempat mengalami muntah darah sebelum akhirnya menghembuskan napas terakhir. Foto-foto kondisi korban yang beredar memperlihatkan tanda-tanda kekerasan yang jelas, sehingga menimbulkan kecurigaan kuat adanya dugaan penganiayaan di lingkungan pesantren tersebut.
Saat awak media meminta klarifikasi, pihak pesantren yang diwakili oleh istri pimpinan Pondok Pesantren Fathul Ulum, Ustadz M. Rusdi, membantah adanya penganiayaan terhadap santri. Namun dalam pernyataannya kepada keluarga korban, pihak pesantren mengakui dan meminta maaf karena adanya tindak kelalaian dari pengasuhan internal pesantren yang membuat kasus ini luput dari pengawasan.
Lebih jauh, publik menilai bahwa sikap pihak pesantren ini justru terkesan adanya pembiaran terhadap dugaan penganiayaan yang dialami korban. Alih-alih memberikan perlindungan, santri justru kehilangan nyawa di tempat yang seharusnya menjadi ruang pembinaan moral dan spiritual.
Kapolsek Bahar Tengah Iptu Wiwik Utomo menyampaikan bahwa hingga berita ini diterbitkan, pihak kepolisian masih menunggu hasil visum dari rumah sakit untuk mengungkap penyebab pasti kematian korban.
“Kita masih menunggu hasil visum dari pihak RS Abdul Manaf,” tegasnya.
Dari sisi hukum, jika terbukti ada unsur tindak pidana, kasus ini dapat dijerat dengan Pasal 351 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang penganiayaan, yang dalam ayat (3) menyebutkan: “Jika perbuatan itu mengakibatkan mati, maka pelaku diancam pidana penjara paling lama tujuh tahun.”
Selain itu, merujuk pada Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak, ditegaskan bahwa setiap orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta melakukan kekerasan terhadap anak. Pelanggaran atas pasal tersebut dapat dikenakan Pasal 80 ayat (3) UU Perlindungan Anak, dengan ancaman pidana penjara paling lama 15 tahun apabila mengakibatkan kematian anak.
Tragedi ini menambah daftar panjang kasus dugaan kekerasan di lingkungan pendidikan pesantren. Publik kini mendesak agar pihak kepolisian bertindak tegas serta memastikan agar kasus ini menjadi terang benderang, sekaligus menjadi peringatan keras bahwa lembaga pendidikan wajib melindungi santrinya sesuai amanat Undang-Undang.